sábado, 17 de maio de 2014

Prabowo membunuh sesama prajurit Tentara demi kariernya sendiri

Nama Prabowo Subianto bukan nama yang asing bagi  warga Timor-Timur, terutama didaerha operasi Batalyon 328 pada tahun 1989/ 1990 di wilayah selatan Timor-Timur, seperti Viqueque, Manufahi dan sebagian wilayah Baucau.  “Batalyon 328 yang menggantikan Pasukan 514 dibawah pimpinan Maiyor Kiki Syanakri di gunung Bibileo, (Syahnakri,2013, hal.151)”.

Menurut laporan yang masuk ke MABES ABRI/TNI  pada tahun 1989/90,  Bataliyon 328  pimpinan Prabowo Subianto merupakan Batalyon yang palin berhasil, dalam waktu setahun merampas hampir 100 pucuk senjata dari GPK atau Guirilawan FALENTIL pimpinan Kay Rala Xanana Gusmao.  Juga di garisbawahi oleh  Kiki Syanakri, ”Dalam catatan TNI, batalyon ini meraih prestasi luar biasa dalam penugasan operasinya di Timor-Timur saat itu (hal.153)”. 

Tapi Pendapat lain, datang  dari Bapak Mario Carrascalao, mantan Gubernur Timor-Timur dari tahun 1982-1992 (selama 10 tahun) kenal betul permainan para militer TNI dan terutama Prabowo Subieanto. Berikut terjemahan bercakapan Mario Carrascalao (MC) bersama Panglima ABRI Jenderal Try Sutrino (TS). Terjemahan dari bahasa Portugis ke dalam bahasa Indonesia dari Buku: ” TIMOR -Antes do Futruo Autobiografia , Eng. Mário Viegas Carrascalão Terbitan: Mauhuran Printing, tahun 2005, Dili,Timor-Leste, (hal.321 dan 322)”.

(...) “Batalyon 328  Sukses di medan tempur

(Bertemuan dengan Panglima TNI Jenderal Tri Sutrisno  Tahun 1990)

Awali bertemuan dengan keterangan secara detail dan mendalam tentang situasi de Timor-Timur, usulan saya  agar tarik Maiyor Prabowo Subianto dari Timor-Timur”.

Jenderal Tri Sutrisno (TS): Tentang Maior Prabowo, Bapak tahu siapa dia, bukan?Bataliyon yang dipimpinya adalah paling banyak senjata yang rampas dari kelompok perlawanan selama setahun; sekitar 100 pucuk senjata dan itu adalah  pukulan berat terhadap GPK, oleh karena itu,  Bataliyon 328 yang dipimpinnya,balik ke basis setelah habis waktu masa tugas.

MC: Mendengarkan semuanya,Pak Jenderal mengharapkan saya mendukung, bukan hanya itu, saya ceritakan beberapa kejadian yang lebih kenal dengan sebutan  “Tugas bayaran” oleh Maior Prabowo: Saya bukan saksi langsung,Bapak Jenderal,tapi beberapa militer dari Bataliyon yang lain menceritakan pada saya bawa Bataliyon 328, pimpinan Maior Prabowo, punya senjata espesial, beli dengan uang dari keluarga Soeharto, dan selain itu, membunuh tentatara dari Bataliyon yang lain dan senjata disimpang oleh Bataliyon 328. Inilah caranya mereka lakukan: merekrut berapa putra Timor yang melakukan pekerjaan tersebut. Menghadang para bataliyon TNI yang lain yang sedang patroli; senjata yang dirampas disembunyikan dihutang dan kemudian  laporan dari para komandan Bataliyon bahwa  senjata dirampas GPK; putra Timor yang melaksanakan tugas tersebut melapor ke Bataliyon 328  dan kemudian  beberapa anggota dari bataliyon 328  sampai ke tempat senjata disembunyikan; setelah menemukan tempat senjata disembunyikan, para putra Timor di bunuh oleh anggota 328 dan senjata-senjata tersebut akan dilaporkan ke Komando Militer bahwa hasil rampas dari GPK oleh Bataliyon 328”.

(...) ”Lanjut MC: Ada kasus yang terjadi di desa Fahi Nihan, Kecamatan Fatuberlihu, Kabupaten Manufahi, tanya kepada Maior Zein, komandan KODIM Same tentang kebenarannya dan  dia memberikan jaminan kepada saya bahwa  tak ada yang akan terjadi  kepada masyarakat desa yang melaporkan kejadian tersebut, mungkin pak Jenderal tahu tentang cerita itu, semua yang saya lakukan atas reaksi yang terjadi”.

(...) “Jawab Pak Tri Sutrisno: Pak Gobernur, dalam perang muncul hal-hal yang tak kita inginkan, maka kita usahkan agar perang cepat selesai lebih cepat mungkin.Jangan anggap bahwa saya tidak sependapat denagn semua  yang disampaikan, menganggap orang Timor sebagai saudara...”.

Saksi keluarga korban di Same, menurut istri mantan “pasukan bayaran batalyon 328 di Same”, ibu Deolinda da Costa, menyatakan, "suaminya adalah anggota HANSIP yang direkrut oleh Batalyon 328, tapi suami saya dibunuh oleh batalyon 328 di daerah gunung Manufahi”.

Kesaksian lain datang dari istri HANSIP Alberto de Carvalho, Joana Carvalho menyatakan, ”suami saya di bunuh oleh Tentara dari batalyon 328 di desa Tutuluru ketika berpatroli bersama satu peloton”.

Kesaksian lain datang dari Brigido Amaral, warga Desa Fahenihan pada saat itu, “mengaksikan tindakan brutalisme dari Batalyon 328 pimpinan Maior Prabowo Subianto, membunuh anggota HANSIP dan warga sipil yang bekerja kepada mereka”.

Di Viqueque, kesaksian datang dari Laurentino Pinto, ”saksikan keluarganya yang masuk dalam pasukan bayaran Prabowo Subianto yang dipersenjatai dan menghadang anggota TNI dari satuan lain yang sedang patroli dan kemudias merampas senjata dan senjata diambil oleh anggota Batalyon 328 dan om saya di bunuh oleha Batalyon 328”.

Hal yang sama terjadi di Venelale, ”kebanyakan putra daerah yang di kontrak oleh Prabowo, semunya di bunuh dan hilang sampaik sekarang, katak Cesar Guterres yang mengaku saudaranya hilan ketika bersama Batalyon 328”.

Referensia:

- Kiki Syahnakri, Timor Timur The Untold Story, Kompas,2013!
- Mario Viegas Carrascalão, Timor Antes do Futuro, Mauhuran Print, 2005
- Frans Lobelo Pinto

Sem comentários:

Enviar um comentário